Translate
- Home »
- PROSES BERAKHIRNYA PEMERINTAHAN ORDE BARU MENUJU REFORMASI
Unknown
On Sabtu, 23 Februari 2013
PROSES BERAKHIRNYA PEMERINTAHAN ORDE
BARU MENUJU REFORMASI
Keberhasilan pemerintaha Orde Baru dalam melaksanakan
pembangunan ekonomi, harus diakui sebagai suatu prestasi besar bangsa
Indonesia. Indikasi keberhasilan itu antara lain tingkat GNP (Gross
National Product) pada
tahun 1977 mencapai US$1200 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 7% dan inflasi
di bawah 3%. Ditambah lagi dengan meningkatnya sarana dan prasaran fisik
infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde
Baru ternyata kurang diimbangi dengan pembangunan mental (character
building). Akibatnya
terjadi krisis multidimensi yaitu:
1.
Krisis
Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya
akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di
tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang oleh para penguasa.
Keadaan
seperti ni mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya terhadap institusi
pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidakpercayaan itulah yang menimbulkan munculnya
gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa yang
didukung oleh para dosen serta para rektornya mengajukan tuntutan untuk
mengganti presiden, reshulffe cabinet, dan menggelar Sidang Istimewa MPR dan
melaksanakan pemilihan umum secepatnya. Gerakan reformasi menuntut untuk
dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dan MPR
yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan
Reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket
indang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya:
·
UU No. 1 Tahun
1985 tentang Pemilihan Umum.
·
UU No. 2 Tahun
1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/MPR.
·
UU No. 3 Tahun
1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
·
UU No. 5 tahun
1985 tentang Referendum.
·
UU No. 8 tahun
1985 tentang Organisasi Massa.
Namun,
setahun sebelum pemilihan umum yang diselenggarakan pada bulan Mei 1997,
situasi politik dalam negeri Indonesia mulai memanas. Pemerintah Orde Baru yang
didukung oleh Golongan Karya (Golkar) berusaha untuk memenangkan secara mutlak
seperti pada pemilu sebelumnya. Sementara itu, tekanan-tekana terhadap
pemerintah Orde Baru di masyarakat semakin berkembang baik dari kalangan
politisi, cendikiawan, maupun kalangan kampus.
Keberadaan
partai-partai politik yang ada di legislatif seperti Parta Persatuan
Pambangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia
(PDI), dianngap tidak mampu menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat.
Krisis politik sebagai factor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu,
menyebabkan munculnya tuntutan masyarakat yang menghendaki reformasi baik dalam
kehidupan masyarakt, maupun pemerintahan di Indonesia. Masyarakat juga
menginginkan agar dilaksanakan demokratisasi dalam kehidupan social, ekonomi,
dan politik. Di samping itu, masyarakat juga menginginkan aturan hukum
ditegakkan dengan sebenar-benarnya serta dihormatinya hak-hak asasi manusia.
Di
dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah terhadap
oposisi sangat besar, terutama terlihat dari perlakuan keras terhadap setiap
orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap
kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah.
2.
Krisis
Hukum
Pelaksanaan
hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya,
kekuasaan kehakiman yang dinyatakan pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman
memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pamerintah
(ekskutif). Namun, pada kenyataanya kekuasaan kehakiman berada di bawah
kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, pengadilan sangat sulit mewujudkan
keadilan bagi rakyat, karena hakim harus melayani kehendak penguasa. Bahkan
hukum sering dijadikan sebagai alat pembenaran atas tindakan dan kebijakan
pemerintah. Seringkali terjadi rekayasa dalam proses peradilan, apabila
peradilan itu menyangkut diri penguasa, keluarga kerabat atau para pejabat
Negara.
Sejak
gerakan reformasi muncul, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya.
Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan
masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya. Reformasi
hukum harus secepatnya dilakukan karena merupakan tuntunan agar siap
menyongsong era keterbukaan ekonomi dan globalisasi.
3.
Krisis
Ekonomi
Krisis
moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Krisi ekonomi Indonesia
berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika
nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi
0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter
Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan likuidasinya sejumlah bank pada
akhir tahun 1997.
Dalam
perkembangan berikutnya, nilai rupiah melemah dan menembus angka Rp 10000,- per
dollar AS. Kondisi ini semakin diperparah oleh para spekulan valuta asing baik
dari dalam maupun luar negeri yang memanfaatkan keuntungan sesaat, sehingga
kondisi ekonomi nasional semakin bartambah buruk.
Memasuki
tahun anggaran 1998/1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi
lainnya. Banyak perusahaan yang tidak mampu membayar utang luar negerinya yang
telah jatuh tempo. Bahkan, banyak perusahann yang mengurangi atau menghentikan
sama sekali kegiatannya. Angka pengangguran meningkat, sehingga daya beli dan
kualitas hidup masyarakat pun semakin bertambah rendah.
Kondisi
perekonomian semakin memburuk karena pada akhir pada tahun 1997 persediaan
sembilan bahan pokok (sembako) di pasaran mulai menipis. Kelaparan dan
kekurangan makanan mulai melanda masyarakat, seperti di irian Barat, Nusa
Tenggara Timur, dan termasuk di beberapa daerah di Pulau jawa.
Factor
lain yang menyebabkan krisi ekonomi Indonesia tidak terlepas dari masalah utang
luar negeri, penyimpangan terhadap Pasal 33 UUD 1945, dan pola pemerintahan
yang sentralistik.
4.
Krisis
Kepercayaan
Krisis
multidimensi yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto. Berbagai aksi damai
dilakukan para mahasiswa dan masyarakat. Demonstrasi yang dilakukan oleh para
mahasiswa itu semakin bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan
harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggl 4 Mei 1998. puncak aksi para
mahasiswa it terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi
mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah
tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri
Hertanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafihin Royan. Tidak sedikit para demonstran
yang mengalami luka ringan hingga luka parah akibat bentrokan dengan aparat
yang berusaha membubarkan demostrasi mahasiswa tersebut.
Tragedi
Trisakti mendorong munculnya solidaritas kalangan kampus dan masyarakat yang
menentang kebijakan pemerintah yang dipandang tidak demokratis dan tidak
merakyat. Tragedi Trisakti juga menyulut aksi kerusuhan dan penjarahan tanggal
13 &14 Mei 1998 yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, juga
terjadi kerusuhan di beberapa wilayah lain di Indonesia. Ketika terjadi aksi
anarkis tersebut, ribuan tempat tinggal pertokoan, kantor, dan
kendaraan-kendaan terutama milik keturunn China dibakar. Bahkan banyak
mayat-mayat yang telah terbakar ditemukan di pusat-pusat pertokoan. Keadaan seperti
ini juga menyebabkan kehidupan masyarakat perkotaan diliputi oleh suasana
kecemasan, rasa takut, dan tidak tentram.
Pada
tanggal 15 Mei 1998 Presiden Soeharto kembali ke Indonesia setelah dua hari
berada di Mesir untuk menghadri KTT G-15. Masyarakat menuntut
pertanggungjawaban atas peristiwa Mei kelabu kepada Presiden Soeharto. Dan
desakan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan
baik dari kalangan mahasiswa, pihak oposisi, bahkan dari orang-orang
terdekatnya.
Rencana
kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR/MPR untuk melakukan dialog dengan para
pemimpin DPR/MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas. Mereka memilih untuk
tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total
dipenuhinya. Kehadiran para mahasiswa di Gedung MPR/DPR itu mengundang lebih
banyak lagi para mahasiswa untuk datang ke gedung tersebut. Tekanan-tekanan
para mahasiswa lewat demonstrasi agar Presiden Soeharto mengundurkan diri
akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR/MPR. Pada tanggal
18 Mei 1998, pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri. Malam harinya, pimpinan ABRI menganggap bahwa himbauan itu
merupakan pendapat individu pimpinan DPR/MPR yang disampaikan secara kolektif.
Ketidakjelasan sikap elite politik nasional telah mengundang semakin banyaknya
jumlah mahasiswa dan massa lainnya untuk datng ke Gedung DPR/MPR.
Kondisi
dan situasi politik nasional yang panas telah mengakibatkan nilai tukar mata
uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat semakin lemah dikarenakan
perekonomian terhenti akibat adanya jaminan keamanan. Pada tanggal 19 Mei 1998
nilai tukar rupiah menembus angka Rp15000,- per dollar AS. Untuk menyikapi hal
ini, Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama,
tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang Dewan
Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan pemilihan umum dan
tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai presiden.
Dalam
perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak
dapat dilakukan, karena sebagian besar mereka yang duduk dalam Dewan Reformasi
itu menolak masuk ke dalam dewan tersebut. Begitu pula seorang menteri Kabinet
Pembangunan VII menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya.
Akhirnya
pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri /
berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan jabatan presiden
kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil
sumpahnya oleh Mahkanah Agung, sebagai Presiden RRepublik Indonesia yang baru
di Istana Negara.
1.
A. Reformasi
Reformasi
merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan
perikehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan
reformasi yang terjadi di Indonesia tahu 1998 merupakan suatu gerakan untuk
mengadakan pembaharuan dan perubahan, terutama perbaikan dalam bidang politik,
social, ekonomi, dn hukum.
Masalah
yang sangat mendesak, adalah upaya untuk mengatasi kesulitan masyarakat banyak
tentang masalah kebutuhan pokok (sembako) dengan harga terjangkau oleh rakyat.
Pada waktu itu, harga kebutuhan pokok rakyat sempat melejit tinggi, bahkan
warga masyarakat harus antri untuk membelinya.
Beberapa
agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa antara lain sebagai berikut.
·
Adili Soeharto
dan kroni-kroninya.
·
Amandemen UUD
1945.
·
Penghapusan
Dwifungsi ABRI.
·
Otonomi daerah
yang seluas-luasnya.
·
Supremasi
hukum.
·
Pemerintahan
yang bersih dari KKN.
B.Berkuasanya Pemerintahan Reformasi
Mundurnya Suharto kemudian segera digantikan oleh B.J. Habibie yang sebelumnya
menjabat sebagai wakil Presiden namun, naiknya B.J.Habibie kekursi presiden RI
tidak secara bulat dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat.
Dalam
kurun waktu satu tahun, pemerintahan B.J.Habibie telah mengadakan pembaharuan
politik maupun ekonomi. Upaya-upaya pembaharuan tersebut, antara lain, Kebeasan
pers, pelepasan narapidana politik, kebebasan mendirikan partai politik,
penyelenggaraan siding istimewa MPR November 1998, pelaksanan pemilu 7 juni
1999, program rekafitulasi perbankan pemisihan kepolisian dan TNI, dan
memberikan otonomi yang luas bagi propinsi timor timur.
Untuk
melegakan jalan menuju reformasi politik serta menyelesaikan sejumlah
persoaalan yang menyangkut hak asasi manusia dan supremasi hukum, maka pada
10-14 november 1998 dilaksanakan sidang istimewa MPR.
Pada
7 juni 1999, diselenggarakan pemilihan umum anggota DPR yang diikuti 48
partai. Namun, hasil pemilu tersebut tetap belum bias mengakhiri peran
TNI/Polri dalam politik formal legislatif karena, fraksi TNI/Poli sudah
mendapat jatah 38 kursi DPR.
Dari
hasil pemilu anggota DPR itu disusunlah keanggotaan MPR yang berjumlah 700
orang dengan komposisi 500 anggota berasal dari DPR dan 200 orang anggota
berasal dari seleksi utusan daerah dan utusan golongan. Penyusunan anggota MPR
ini menghasilkan 11 fraksi. Amien Rais ketua MPR, sedangkan Akbar
Tandjung terpilih sebagai ketua DPR.
Pada
19 Oktober 1999, dilaksanakan Sidang Umum MPR untuk mengambil keputusan melalui
pemungutan suara terhadap pidato pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie yang
telah disampaikan pada 16 Oktober 1999. Hasil dari SU MPR tersebut menunjukkan
355 suara menolak, 322 suara menerima, 9 suara abstain, dan 4 suara tidak sah.
Salah satu faktor penting yang mengakibatkan ditolaknya pidato
pertanggungjawaban tersebut, yaitu indicator yang digunakan dalam pidato
tersebut dinilai tersebut dinilai kalangan pegamat ekonomi tidak akurat dan
cenderung manipulatif.
SU
MPR diakhiri dengan melaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden yang
akan menggantikan pemerintahan B.J. Habibie. Dalam pemilihan tersebut, MPR
menyeleksi tiga kandidat presiden, yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati
Soekarnoputri, dan Yusril Ihza Mahendra. Namun, sebelum pemungutan suara
dilakukan, Yusril menyatakan mundur dari pencalonan. Hasilnya, Gusdur
keluar sebagai pemenang dengan meraih 373 suara dan megawati merebut 313 suara.
Lima suara lainnya abstain. Adapun megawati menjadi wakil presiden RI setelah
sebelumnya mengumpulkan 396 suara dalam pemumutan suara mengalahkan Hamzah haz
yang hanya memperoleh 284 suara. Jendral Wiranto dan Akbar tanjung mengundurkan
diri dari pencalonan wakil presiden. Pelantikan Abdurahman wahid dilaksanakan pada
20 oktober 1999, sedangkan pelantikan megawati dilaksnakan pada 21 oktober
1999. Selain telah berhasil mengangkat presiden dan wakil presiden yang baru,
SU MPR yang berlangsung dari 1-21 oktober 1999, juga telah berhasil menetapkan
9 ketetapan MPR dan mengamdemen UUD 1945 untuk pertamakalinya.
Kabinet
presiden Abdurahman wahid diberi nama Kabinet Persatuan Nasional. Komposisi
cabinet ini merupakan gabungan dari para tokoh propesiional dan para tokoh
partai pendukung pemerintahan koalisi. Pembentukan cabinet baru tersebut
disambut baik oleh masyarakat. Besarnya dukungan terhadap cabinet baru ini
salah satunya bisa dilihat dari menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
hingga mencapai Rp. 7000,00.
Tidak
jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, pemerintahan Abdurahman wahid juga
dihadapkan pada berbagai persoalan. Salah satu persoalan yang muncul adalah
terjadinya pertentangan dengan lembaga legislative. Dalam hal ini DPR
mengeluarkan memorandum 1 dan memorandum II kepada presiden yang berkenaan
dengan masalah bruneigate dan buloggate 1. Inti kedua memorandum tersebut
iyalah peringatan agar presiden mengubah kinerja pemerintahannya dan kembali
terfokus pada program kerja pemerintahannya sesuai amanat GBHN. Puncak
pertentangan tersebut adalah pengagendaan sidang istimewa MPR pada 1-7 agustus
2001 yang akan meminta pertanggung jawaban presiden atas kinerja
pemerintahannya.
Rencana
SI MPR tersebut mengundang tanggapan yang pro dan kontra. Kalangan yang pro
menganggap SI MPR perlu diadakan sebagai sarana pertanggung jawaban presiden
terhadap kinerja pemerintahannya selama ini. Adapun kalangan yang kontra
menganggap SI MPR illegal dan tidak konstitusional sementara itu, untuk
menyalesaikan masalah dengan lembaga legislative, presiden Abdurahman wahid melakukan
upaya komfromi politik dengan menyelenggarakan pertemuan antar pimpinan partai
politik pada 7 juli 2001. Namun, pertemuan tersebut hanya dihadiri oleh
pimpinan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pada saat yang genting tersebut, pada
20 juli 2001 pukul 17.45, presiden Abdurahman wahid mengangkat komisaris
Jendral (Pol) Chaerudin Ismail sebagai pemangku sementara jabatan Kapolri.
Selanjutnya presiden mengadakan konfrensi pers pada pukul 18.00. ia menyatakan
bahwa apabila sampai 31 juli 2001 tidak ada penyelesaian masalah ia akan
menetapkan Negara dalam keadaan darurat konstitusi. Konfromi politik yang
dimaksud ialah MPR sepakat tidak akan mengeluarkan rancangan ketetapan MPR
tentang pertanggung jawaban presiden dalam SI MPR.
Tindakan
ini mengundang reaksi dari MPR yang menganggap pengangkatan tersebut melanggar
haluan Negara dan membahayakan keselamatan Negara. Presiden dinilai telah
menciptakan dualisme kepemimpinan ditubuh polri. Malalm itu juga, pukul 21.10,
MPR mengadakan rapat pimpinan. Rapat tersebut memutuskan mempercepat SI MPR
menjadi 21 juli 2001 pukul 10.00 dan mengundang presiden untuk memberikan
pertanggunga jawabannya pada 23 juli 2001.
Menanggapi
tindakan tersebut, presiden menjawab dengan menegaskan bahwa ia tidak akan
datang dalm SI MPR yang dipercepat karena sidang itu melanggar tatatertib MPR
sehingga tidak sah dan illegal. Presiden juga menegaskan dirinya tidak akan
mengundurkan diri dari jabatannya karena ia harus mempertaruhkan UUD 1945.
Meskipun demikian, presiden tetap mengharapkan terjadinya komfromi politik
secara damai.
Sementara
itu, sejumlah pimpinan partai poliitik datang kekediaman wakil presiden pada 22
juli 2001. Pertemuan tersebut merupakan upaya memberikan dorongan moril
kepada Megawati Sukarno Putri, untuk maju ke tampuk kepeminpinan nasional.
Perkembangan tersebut mendorong presiden Abdurahman wahid mengeluarkan dekrit
pada 23 juli 2001 pukul 01.10 malam. Pada 23 juli 2001, pukul 08.00, SI MPR
memutuskan bahwa dekrit yang dikeluarkan presiden telah melanggar haluan Negara.
Hal ini diperkuat oleh fatwa dari Mahkamah agung yang dibacakan langsung pada
sidang tersebut.
Melalui
persidangan yang rumit akaibat berbagai interupsi tentang teknik perumusan
masalah, delapan dari sepuluh fraksi MPR yang beranggotakan 599 orang akhirnya
setuju dengan pemberhentian Abdurahman Wahid dari kursi Presiden dan mengangkat
Megawati Sukarno Putri sebagai presiden. Pengangkatan tersebut didasarkan pada
Tap MPR No. III/MPR/2001. Masa jabatannya terhitung dari mulai diucapkannya
sumpah jabatan sampai dengan habis sisa jabatannya pada 2004. Pada, 9 agustus
2001, presiden akhirnya mengumumkan komposisi kabinetnya yang di berinama
Kabinet Gotong Royong. Adapun Hamzah Haz terpilih sebagai wakil presiden
setelah memperoleh suara terbanyak dalam pemungutan suara yang dilakukan dengan
system voting secara tertutup pada tanggal 26 juli 2001.
1.
C. Hubungan
Masa Orde Baru dengan Masa Kini (Reformasi)
Pemerintah
dan seluruh masyarakat harus mengambil pelajaran dari masa orde baru dan
berusaha memperbaiki kesalahan,keburukan, dan kekurangan pada masa orde baru
seperti, pengekangan terhadap kebebasan berpendapat, ketidakadilan dalam hukum,
dan ambruknya prekonomian.
1.
1. Politik
Pada
masa orde baru kebebasan berpendapat dikekang. Sedangkan pada masa reformasi,
orang bebas mengemukakan pendapatnya dimuka umum baik dalam rapat-rapat umum
maupun unjuk rasa atau demonstrasi. Namun, tentu saja harus sesuai dengan
aturan yang berlaku.
Pada
masa orde baru pola pemerintahan bersifat sentralistis. Sedangkan pada masa reformasi
pola pemerintahan menjadi disentralistis, hal ini menimbulkan kepuasan
pemerintah daerah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Karena hal
ini akan lebih adil dan akan mempercepat pemerataan dan pembangunan di daerah.
1.
2. Hukum
Pada
masa orde baru hukum seakan menjadi milik para penguasa, hukum dijalankan tidak
adil dan carut marut tapi, pada masa reformasi hukum mulai ditata dengan baik
dan tidak memihak. Pemerintah pun menunjukan keseriusannya dalam bidang hukum
salah satunya dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasil dari
pembentukan KPK ini sudah terlihat dengan banyaknya para koruptor yang
ditangkap.
1.
3. Ekonomi
Pemerintah
pada masa reformasi berupaya memperbaiki kesejahteraan rakyat pasca krisis
moneter pada masa akhir kekuasaan orde baru dengan menggarap lima sector
kebijakan yaitu:
1.
Perluasan
lapangan kerja secara terus-menerus melalui infestasi dalam dan luar negeri
seefisien mungkin .
2.
Penyediaan
barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari untuk memenuhi permintaan pada harga
yang terjangkau.
3.
Penyediaan
fasilitas umum seperti rumah, air minum, listrik, bahan bakar, komunikasi,
angkutan dengan harga yang terjangkau.
4.
Penyediaan
ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan harga
terjangkau.
5.
Peyediaan
klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga yang
terjangkau pula.
Sejak
jatuhnya Suharto dan naiknya Habibie menjadi presiden, terpilihnya presiden
Abdurahman wahid dan Megawati sukarno putri yang naik menggantikan Gus Dur bertugas
untuk meningkattkan kesejahteraan kehidupanm rakyat dengan meningkatkan
kehidupan ekonomi masyarakat. Namun, dengan kondisi perekonoomian Negara yang
ditinggalkan oleh pemerintahan Suharto, tidak mungkin dapat diatasi oleh
seorang presiden dalam waktu yang singkat. Oleh sebab itu, untuk mengatasi
krisis, presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan RI, memerlukan
penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas. Bahkan, dalam upaya
penyelesaian krisis ekonomi setiap komponen bangsa memiliki peran dan
tanggungjawab yang sama.